Custom Search

Thursday, June 11, 2009

PERSOALAN DAFTAR HARTA DALAM SPT

(Telah Dipublikasikan di harian Kontan, Selasa 26 Mei 2009)

Nur Hidayat
Doktor Akuntansi PPs FEB UNPAD Bandung
Dosen D3 FEB UNPAD

Meskipun waktu menyampikan SPT PPh Orang Pribadi (1770 atau 1770S) tahun 2008 telah berakhir 31 Maret 2009 yang lalu, tidak berarti telah selesai semua tanggungjawab WP terhadap SPT yang disampaikan, karena SPT justru saat ini tengah masuk dalam penelitian fiskus, penelitian dimaksud adalah kelengkapan SPT secara formal, juga penelitian aspek material mengenai penghasilan yang dilaporkan, pajak yang dihitung dan diperhitungkan serta setoran-setorannya, dan tidak lupa mengenai daftar harta dan kewajiban yang telah diisikan didalam Lampiran IV SPT 1770/Lampiran II SPT 1770S.
Apabila WP telah mengisi SPT dengan benar baik dari sisi aturan pengisian maupun dari sisi materi laporannya, akan lebih tenang dan ”nyenyak tidur” demikian cuplikan iklan yang disajikan oleh DJP.
Kewajiban pencantuman Daftar Harta dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770 dan 1770S) telah diwajibkan sejak pengisian SPT tahun 2001 yang disampaikan paling lambat 31 Maret 2002. Namun, masih banyak dijumpai adanya beberapa WP yang enggan untuk mengisi SPT secara lengkap atau dalam istilah akuntansi dikenal dengan full disclousure (pengungkapan secara menyeluruh) seluruh harta dan kewajiban yang dimiliki oleh WP sesuai dengan kondisi pada akhir tahun takwim (31 Desember).
Alasannya bisa bermacam-macam, ada yang mengatakan bahwa fiskus tidak perlu tahu semua harta dan kewajiban yang dimiliki, yang penting kan setoran pajaknya. Ada juga yang beralasan bahwa kalau mengisi secara lengkap jumlah harta akan memancing fiskus untuk memeriksa dan memeras. Alasan lain yang cukup rasional, mencantumkan harta bisa berimplikasi terhadap pajak-pajak harta yang belum dipajaki secara benar, seperti pencantuman harta dalam bentuk surat berharga, penyertaan modal, piutang-piutang dan lain-lain.
Penyajian daftar harta dalam Lampiran-IV 1770/Lampiran-II 1770S, data tersebut secara tidak langsung oleh fiskus dapat digunakan. Pertama, sebagai sarana untuk melihat pertambahan harta dari tahun ke tahun, apakah rasional atau tidak bila dibandingkan dengan penghasilannya.
Kedua, sebagai sarana untuk mengungkap adanya kewajiban-kewajiban pajak yang lain berkaitan dengan harta seperti: PBB, BPHTB, Sewa, Pajak-Pajak Final, dan lain sebagainya.
Ketiga, untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya penghasilan yang belum dikenakan pajak (belum dilaporkan pajaknya).
Permasalahan-permasalahan yang dapat timbul dari laporan dalam Lampiran-IV 1770/Lampiran-II 1770S (Orang Pribadi) meliputi: (1) Dikoreksinya SPT Tahunan dengan SKP atau dilakukan pemeriksaan pajak yang selanjutnya dapat diterbitkan SKPKB, karena penghasilan yang diterima tidak menunjukkan ada keseimbangan dengan jumlah harta dan kewajiban yang dimiliki WP. (2) Dalam waktu yang panjang akan terus dapat dipantau bila terjadi penambahan dan atau pengurangan harta yang mempunyai implikasi kewajiban perpajakan. (3) Suatu cara yang tidak langsung, upaya pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki.
Namun demikian, WP masih punya kesempatan untuk membetulkan SPT yang telah disampaikan selama belum melampaui dua tahun setelah pajak dilaporkan dan belum dilakukan pemeriksaan oleh fiskus. Dengan demikian, bila terjadi kesalahan mengisi, atau ada unsur-unsur lain yang membuat Lampiran-IV 1770/Lampiran-II 1770S pada SPT tahun 2007 dan 2008 yang lalu belum benar atau belum lengkap, masih ada kemungkinan untuk dilakukan pembetulan. Hal ini, akan menambah rasa aman dan kepercayaan WP bila suatu saat diperiksa oleh pemeriksa pajak dari KPP, karena kemungkinan SPT yang dilaporkan diperiksa sangat berpeluang, hal ini didasarkan pada, pertama, karena pemeriksaan adalah merupakan pengujian kepatuhan WP dalam menyampaikan SPT, baik kepatuhan formal maupun material dari SPT yang disampaikan, hal ini sesuai dengan tujuan pemeriksaaan yang tertuang UU No. 28/2007 yang mulai diberlakukan 1 Januari 2008.
Kedua, yang menjadi alasan mengapa SPT berpeluang diperiksa, karena masa daluarsa yang relatif panjang (5 tahun) amatlah memberi waktu bagi pemeriksa untuk memeriksa SPT tahun-tahun yang telah lampau tetapi belum memasuki daluarsa.
Ketiga, target penerimaan pajak dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, dan oleh sebab itu fiskus sangat berkepentingan untuk menaikkan pendapatan pajak dari WP. Dalam APBN-P Tahun 2009 misalnya, kontribusi pajak dalam mendukung pembiayaan negara mencapai angka Rp700 triliun, itu artinya lebih dari 70% pendapatan APBN bersumber dari penerimaan pajak.
Cara yang aman dalam menyajikan harta pada Lampiran-IV 1770/Lampiran-II 1770S adalah sebagai berikut: (1) Memperhatikan rasional tidaknya harta-harta yang dimiliki bila dibandingkan dengan penghasilan yang diterima. (2) Memperhatikan hubungannya dengan kewajiban-kewajiban perpajakannya. (3) Dalam menyajikan harta dalam bentuk simpanan (tabungan, deposito, dll.), harus sama dengan jumlah yang dicantumkan dalam Lampiran-III 1770. (4) Patuhi secara menyeluruh UU/aturan yang mengatur pengakuan pendapatan dan penyajian laporannya secara benar baik materil maupun formil (Pengisian SPT secara benar dan bertanggungjawab).
Untuk menghindari pemeriksaan tentu sudah terlambat, tetapi paling tidak sebagai upaya pengamanan agar jangan terjadi pemeriksanaan yang berbuntut panjang dan berimplikasi merugikan, masih dapat diupayakan, salah satunya adalah dengan melakukan pembetulan SPT, atau yang juga tak kalah pentingnya adalah menyiapkan dokumen-dokumen yang terkait dengan laporan SPT tersebut. Implikasi dari pemeriksaan yang paling dekat adalah adanya kenaikan jumlah pajak terutang, beban bunga, dan denda dengan dikeluarkannya STP dan atau SKPKB. Tetapi implikasi yang paling menakutkan adalah sanksi pidana (penjara).

No comments:

Post a Comment